Seusai workshop NLP kemarin malam ada sepasang kekasih yang datang untuk berkonsultasi kepada saya. Sederhana sahaja sebenarnya situasinya. Sang pria yang sudah berusia 29 tahun ingin menikah bulan oktober 2019, sementara sang wanita yang 10 tahun lebih muda masih ingin meniti karir sehingga baru siap menikah di tahun 2022.
Setelah menanyakan beberapa hal, saya bisa melihat bahwa pasangan kekasih ini sebenarnya sudah siap menikah. Namun calon mempelai wanita yang notabene masih milenial ini sedang disergap sindrom galau melo halu delu.
Maka seperti prosedur standard yang biasa saya lakukan, saya minta mereka berdua menyusun sebuah kalimat WFO (Well Formed Outcome), yang memenuhi persyaratan di bawah ini:
- Ditulis dalam kalimat positif
- Spesifik (5 W, 1H)
- Dalam kendali kita
- Sesuai konteks
- Punyansumber daya
- Bisa dirasakan oleh panca indera
- Ekologis
- Tentukan langkah awal
Berikut WFO dari Fulan: "Bismillahir rahmanir rahiim. Aku yakin atas ijin Allah, aku sudah menikahi Fulanah binti Fulani pada tanggal 10 October 2019. Aamiin"
Berikut WFO dari Fulanah: "Bismillahir rahmanir rahiim. Aku yakin atas ijin Allah aku sudah dinikahi oleh Fulan bin Fulana pada tahun 2022"
Langkah selanjutnya saya minta Fulan untuk membacakan WFOnya dengan khusyuk, dan meminta Fulanah untuk menutup lembar WFOnya. Selama Fulan membacakan WFOnya, saya perhatikan raut muka Fulanah yang memancarkan senyum, dan matanya mulai berkaca-kaca.
Saya minta Fulan membaca WFOnya sampai 3 kali, dan di akhir pembacaan yang ketiga air mata Fulana sudah tidak tertahankan lagi. Dia menangis sesenggukan. Saya tahu ini bukan tangis kesedihan. Namun untuk mengetahui kebenarannya, saya perlu melakukan kalibrasi. Saya ajukan beberapa pertanyaan ke Fulanah, "Apa yang mbak Fulanah rasakan? Sedih ya?"
Dia menggeleng
"Marah?"
Menggeleng lagi
"Kesel, karena Mas Fulan memaksakan kehendaknya?"
Menggeleng lagi
"Jadi apa dong yang mbak rasakan?"
"Bbbb bahagiah... ", jawabnya tersipu malu sambil menyesap airmatanya dengan tisu
Dia menggeleng
"Marah?"
Menggeleng lagi
"Kesel, karena Mas Fulan memaksakan kehendaknya?"
Menggeleng lagi
"Jadi apa dong yang mbak rasakan?"
"Bbbb bahagiah... ", jawabnya tersipu malu sambil menyesap airmatanya dengan tisu
Sesi tidak berhenti sampai di sini. Agar adil dan berimbang, saya minta Fulanah membacakan WFOnya. "Apa yang Anda rasakan Mbak?"
"Bahagia juga"
"Lebih bahagia mana sama doa Mas Fulan"
"Mas Fulan", jawabnya sambil melirik manja.
"Bahagia juga"
"Lebih bahagia mana sama doa Mas Fulan"
"Mas Fulan", jawabnya sambil melirik manja.
Maka selesailah sesi counseling malam itu dengan rekahan senyum dari pasangan kekasih tersebut.
***
***
Sidang Pembaca yang berbahagia, apa yang saya lakukan malam itu saya dasarkan dari salah satu quote Milton Erickson yang berbunyi "People do not come into therapy to change their past, but their future"
Maka alih-alih ngulik masa lalu mereka yang mungkin menyimpan masalah, namun saya justru mengajak mereka untuk mengintip masa depan mereka melalui penyusunan sebuah WFO. Dan memang terbukti sebuah WFO bisa menjadi sebuah terapi tersendiri untuk beberapa kasus.
Memang, eN eL Peh itu mudah dan memudahkan hidup kita.
Mau belajar NLP?
Hubungi nmr: 08179039372
Tabik
-haridewa-
Happiness Life Coach
www.thecafetherapy.com
-haridewa-
Happiness Life Coach
www.thecafetherapy.com