NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

"Kilik Ki!!!"

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

"Kilik Ki!!!"

16/07/25

 


Assalamu alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh, 

Semoga keselamatan dunia akhirat, & ridho Allah senantiasa tercurah untuk kita semua. Aamiin. 


Apa kabar sahabatku semua, dalam kehidupan sehari-hari, ada kalanya kita menemukan hal-hal yang ajaib atau mencengangkan. Dan kita semua pasti pernah mengalaminya. Berikut adalah kisah nyata dari salah satu sahabat saya.


Ia mendapatkan beasiswa hingga jenjang doktoral di Amerika. Di sana, ia dan istrinya membesarkan keluarga dengan penuh cinta dan nilai-nilai Islam yang kuat. Anak ketiga mereka—yang bungsu dan paling menggemaskan—lahir di Negeri Paman Sam. Lima tahun hidup di tengah budaya dan bahasa asing membuat si bungsu tumbuh sebagai bilingual alami, meski dengan aksen cadel yang bikin semua orang gemas.


Nah, setelah menyelesaikan studinya, sahabat saya memboyong keluarga kecilnya pulang ke Yogyakarta. Si bungsu saat itu baru berusia lima tahun. Peralihan budaya dimulai.


Suatu sore, si bungsu pulang dari main di kampung. Berkeringat, dekil, tapi bahagia. Begitu masuk rumah, ia langsung teriak, “Ibu! I’m hungly!”

Ibunya yang tahu anaknya belum mandi, cuma menjawab dengan senyum sabar, “Cuci tangan dulu, mandi ya, baru makan.”


Dan di sinilah terjadi keajaiban kecil (atau kekacauan kecil?) Si bungsu menatap ibunya, menghentakkan kakinya ke lantai keras, sembari berteriak:
“KILIK KI!!!”


Di ruang tamu, sang ayah yang tengah membaca buku filsafat Islam, langsung freeze. Buku jatuh dari tangan. Kopi hampir tumpah. Wajahnya pucat seperti melihat tagihan listrik setelah pasang AC baru.


Tapi, alih-alih marah, ia memilih pendekatan seorang sahabat yang tepat. Ia mendekati si kecil, berjongkok sejajar dengan matanya, dan dengan nada hangat bertanya:

“What’s up, buddy?”

“I’m hungly,” jawabnya masih cemberut.

“Oke, I see. Tapi kenapa kamu teriak ‘kirik’ tadi?”

Si bungsu angkat bahu. “Don’t know. My fliend says it. It sounds cool.”


Ayahnya tersenyum—pahit. Lebih pahit dari kopi tanpa guka yang nyaris tumpah tadi. Ini bukan sekadar soal kata "kirik". Ini tentang makna yang belum dipahami, tapi sudah diucap dengan penuh emosi. Maka dengan lembut ia bertanya lagi:

“Do you know what ‘kirik’ means?”

Si kecil geleng. “Nope.”

“Kirik itu artinya puppy, anak anjing. Tapi di sini, orang menganggap itu kata kasar. Nggak sopan kalau kamu marah-marah sambil bilang itu, paham?”


Anaknya tampak bingung. Lalu dengan polosnya berkata:

“But..., what’s wlong with puppy, Pa? Puppy is funny, no? Lots of my fliends having puppy in Amelica!”


Dan sang ayah langsung tersedak ludah sendiri. Touché.


Makna Di Balik Teriakan Bocah

Kita tidak bisa mengubah sesuatu yang tidak kita pahami. Dan begitulah cara kerja NLP (Neuro-Linguistic Programming) — memahami struktur di balik pikiran dan bahasa manusia, agar bisa membantu mengubah perilaku seseorang secara elegan, tanpa paksaan. 


Tapi teori ini kadang baru benar-benar terasa maknanya..., saat anak kecil berteriak "Kilik ki!!!" di ruang tamu yang khusyuk tadi. 


Dari cerita lucu nan menggelitik ini, ada pelajaran besar yang bisa kita ambil: Perilaku manusia sangat ditentukan oleh persepsi dan makna yang dia pahami.


Dalam NLP, kita belajar bahwa “the map is not the territory”. Peta dunia yang kita miliki di kepala belum tentu sama dengan dunia yang sesungguhnya. Dan si bocah ini? Ia punya “peta” bahwa kata puppy itu lucu, menyenangkan. Atau dia sebenarnya tidak tahu maknanya. Hanya ikut-ikutan kawan kampungnya sahaja. 


Jadi ketika ia mendengar “kirik” dari teman-teman lokal, ia hanya menganggap itu bahasa lokal versi lucu. Tapi akibatnya? Bisa membuat orang-orang di sekitarnya tersedak. 


Tanpa kesadaran akan makna, kita sulit mengubah respons. Kita tidak bisa memperbaiki perilaku tanpa terlebih dahulu memahami mengapa perilaku itu muncul.


Ayahnya tidak langsung marah. Ia tahu, anaknya belum paham konteks. Ia pakai pendekatan NLP—calm curiosity, non-judgmental inquiry. Dan karena itu, si kecil belajar sesuatu yang jauh lebih penting dari sekadar “kata tidak sopan”. Ia belajar meaning matters.


Sebagai orang dewasa, kita juga sering “teriak kirik” dalam bentuk lain—membalas komentar kasar, bereaksi tanpa mikir, atau menyalahkan orang lain saat kita sendiri belum paham duduk perkaranya.


Coba bayangkan: berapa banyak konflik, kesalahpahaman, dan luka hati yang sebenarnya bisa dicegah..., kalau kita mau jeda sebentar, bertanya dengan lembut, dan menggali makna di balik kata?


NLP bukan tentang memanipulasi orang. Tapi tentang memanusiakan komunikasi.


Jadi, yuk..., mulai hari ini, saat emosi kita naik, coba tanyakan dalam hati,

“Apakah aku sedang menanggapi makna yang benar, atau cuma reaksi otomatis dari ‘peta lama’ di pikiranku?”

Karena kadang, yang kita anggap “makian”—seperti “kirik”—sebenarnya cuma kata yang belum dipahami konteksnya. 


Dan tugas kita adalah mengajak memahami, bukan langsung menghakimi.

Siap untuk lebih bijak menanggapi, dan mengubah dunia sebuah percakapan penuh makna?


 ðŸ’¬ Yuk, tuliskan satu kata yang dulu kamu salah paham maknanya, tapi akhirnya kamu sadari artinya sangat berbeda. Ceritakan di kolom komentar. Siapa tahu kisahmu bisa menyentuh hati orang lain juga.


🧠 Dan kalau kamu ingin belajar bagaimana memahami pola bahasa (apalagi bahasa Ananda) dan pikiran manusia untuk komunikasi yang lebih empatik dan efektif, kenalan yuk sama NLP lebih dalam. Mulai dari cerita..., hingga perubahan nyata.


Bulan Agustus, tanggal 23 LKP Cafe Therapy menyelenggarakan webinar khusus untuk membahas komunikasi paling ajaib orang tua kepada Ananda. NLP Parent Talk. Cara Cerdas Mendidik Buah Hati dengan Cinta.


Ayahbunda bisa menekan tautan ini untuk mendaftar: https://bit.ly/NLParenTalk


Salam Cinta dari hati


Tabik

-dewahipnotis-

BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang