NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

AKU DAN BALON UDARA

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

AKU DAN BALON UDARA

12/07/25


Suatu hari, seorang sahabat dari komunitas TDA datang ke Klinik Cafe Therapy. Bukan sendiri. Ia menggandeng sahabat perempuannya—seorang ibu muda yang rencananya akan umrah bulan depan. Tapi wajahnya tidak seceria rencana perjalanan suci itu.


"Kami mau ke Tanah Suci, Mas Dewa," katanya, “Tapi dia, takut ketinggian.” Saya senyum tipis, lalu menengok ke arah si ibu muda. Dia langsung membalas dengan wajah tegang. Wajah tegang seperti seorang gadis desa yang dipaksa menjadi istri muda pak lurah, wkwkwk.


Saya cek dulu, pakai metode yang paling sederhana: naik kursi terapi. Tingginya cuma 50 cm. Iya, 50 cm. Itu tuh cuma setinggi 10 Kamus Merriam-Webster yang ditumpuk. Tapi dia langsung geleng-geleng. "Mbak, ini bukan naik ke puncak Himalaya, lho," canda saya.


Lalu saya sodori dokumentasi video outbound yang diambil dengan drone. Dari ketinggian, tampak hanya kepala-kepala kecil di antara pohon rindang. 

Tapi..., wajahnya langsung pucat. 

Napasnya pendek-pendek. 

Mulutnya kering. 

Dan matanya seperti mau loncat ke dimensi lain.


"Ujung jari dingin... perut mual... mulut pahit," gumamnya saat saya tanya apa yang ia rasakan. Klasik. Gejala phobia. Atau dalam NLP disebut sebagai fast phobic response—di mana memori traumatis masa lalu memicu reaksi fisik hanya dengan sedikit stimulus di masa kini.


Saya tanya, "Apa dulu pernah jatuh dari ketinggian?" 

"Pas SD... jatuh dari pohon mangga." 

Saya manggut-manggut. Dalam dunia hipnoterapi, ini yang kami sebut sebagai initial sensitizing event (ISE), peristiwa pertama yang menanamkan benih ketakutan. Lalu ketakutan itu tumbuh dan beranak-pinak. Dari pohon mangga, jadi takut naik eskalator, naik pesawat, bahkan naik cinta (kalau jatuh cinta kan sakit!) juga takut ditolak... eh ini mah beda bab, wkwk.


Ternyata selama ini, kalau naik pesawat, dia cuma mengandalkan permen dan jam tangan. Tujuannya satu: alihkan perhatian dan berharap waktu cepat berlalu. Sayangnya, ini cuma coping mechanism, bukan penyembuhan.

Saya bilang ke dia, “Mbak, kita akan pakai cara yang agak beda. Cara yang memanusiakan rasa takutmu, bukan memusuhi.”


TERAPI DENGAN LAGU DAN AI

Saya ajak dia duduk nyaman. Saya pimpin dia masuk ke dalam napas kesadaran (mindful breathing). Ini penting, karena saat napas mulai teratur, sistem saraf parasimpatik aktif. Efeknya: tubuh dan pikiran mulai tenang. Saya juga analisis emosinya dengan bantuan ChatGPT—karena terkadang, kita perlu “sparing partner” yang sabar dan tidak judgmental, meskipun bentuknya kotak dialog digital, hehe.


Lalu saya buatkan script sugesti berdasarkan kondisinya. Saya ramu dengan pendekatan NLP, afirmasi positif, dan visualisasi aman di ketinggian.

Script ini saya ubah ke dalam bentuk lagu lembut. Dengan bantuan suno.ai, lagunya jadi indah, personal, dan menyentuh. Liriknya sederhana tapi punya muatan bawah sadar yang dalam:


"Aku aman... di langit yang lapang 

Napasku damai... hatiku tenang 

Setiap langkah... Tuhan tuntun aku 

Terbang tinggi… dan tetap utuh"


Dia mendengarkan lagu itu selama 30 menit sambil rileks, dalam kondisi alpha—kondisi gelombang otak antara sadar dan tidur, tempat paling subur untuk sugesti tumbuh.

Hasilnya? Luar biasa.


DARI KURSI TERAPI KE ETERNIT RUMAH

Setelah sesi selesai, saya iseng berkata, “Mbak, coba naik ke tangga ya… tangga dua step aja cukup.”

Eh, bukannya dua step, dia malah lanjut terus. Sampai eternit! Saya terdiam. Setengah takjub, setengah was-was takut dia buka sayap. "Dia malah bertanya, emang apa susahnya naik tangga Mas Dewa?"

"Dasar songong," ujar kawan saya yang menemaninya. "Tadi lu naik kursi aja nggak berani!"


Tapi yang bikin saya senyum penuh haru adalah, sore itu, dia kirim kabar lewat WA. “Mas, saya di lantai 3 Botani Square. Video call-an sambil ketawa-ketiwi!”


Sebulan kemudian, saya lihat unggahan Facebook-nya. Dia sedang di Cappadocia, naik BALON UDARA! Pakai caption: “Terbang bebas, tanpa takut... Terima kasih, Mas Dewa ❤️”


Saya baca sambil terpingkal. “Lho Mbak… kemarin takut naik kursi, sekarang naik balon? Ini terapi atau metamorfosis jadi burung dara?”


TERAPI ADALAH SENI, BUKAN CUMA TEKNIK

Sahabatku, terapi bukan sekadar teknik menidurkan pikiran. Terapi adalah seni membangunkan keberanian. Dan kadang, lagu bisa jadi jembatan antara trauma dan keberdayaan.


Hipnoterapi modern, NLP, dan teknologi seperti ChatGPT atau suno.ai bukan menggantikan peran kita sebagai terapis. Tapi memperkaya—membantu kita menciptakan pendekatan yang lebih personal dan empatik.

Karena pada akhirnya, kita semua hanya ingin satu hal: Bebas dari takut, dan hidup dengan penuh roso.


Kalau kamu kenal seseorang yang masih takut naik pesawat, takut jatuh cinta, atau takut naik tangga hati—ingatkan dia, bahwa lagu yang tepat, napas yang damai, dan sugesti yang kuat… bisa mengangkat siapa pun terbang.


Termasuk kamu. Iya, kamu yang sedang baca ini. 😌

Wkwkwk.


Mau saya bantu buatkan lagunya juga? 🎵 Atau mau belajar aja optimasi AI dalam dunia terapi? 


Join aja di sesi online bersama Dewa Hipnotis. Prompting for Healing. 


Klik aja link ini: https://bit.ly/Prompt4Heal 


Tabik

-dewahipnotis-

www.thecafetherapy.com 


#AIforGood

#MentalHealthMatters

#OnlineLearning

#DigitalTherapy

#HealingJourney

#PromptingForHealing

#HealingWithAI

#LifeMovieTherapy


BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang