NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

Knowing vs Doing

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

Knowing vs Doing

23/12/24


Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, I love Monday. The Money Day. Sahabatku, apa kabar Anda di awal Minggu ini? Semoga semangat Anda tetap menyala agar keseluruhan Minggu Anda juga ikut membara. 

Konon semangat kita bisa senantiasa on fire, ketika kita sudah memiliki goal yang jelas. Dan agar mampu mencapai goal tersebut, dibutuhkan pengetahuan yang juga mumpuni. Namun tahukah Sahabatku, ternyata ada jurang yang sangat lebar antara mengetahui dan melakukan. Kalau dipikir-pikir, kita ini sering kali lebih jago ngomong daripada ngelakuin. Suka ada tuh orang yang kalau rapat, ngomongnya ngalir kayak air terjun, tapi pas disuruh eksekusi, malah licin kayak belut. Eh, jangan-jangan itu kita sendiri? Ups, ngaca dulu, yuks. :)

Apalagi kalau kita ini pemimpin. Entah pemimpin keluarga, komunitas, atau perusahaan, tanggung jawab kita tuh bukan cuma di dunia. Di Padang Mahsyar nanti, Allah nggak akan bertanya, “Kamu tahu nggak teori kepemimpinan menurut John Maxwell?” yang ditanya malah, “Apa yang sudah kamu lakukan dengan tanggung jawabmu?” Nah lho! Langsung keringat dingin, kan?

Allah sendiri sudah kasih peringatan:

"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkannya dengan adil." (QS. An-Nisa: 58)

Kekuasaan itu amanah, bukan hadiah doorprize yang bisa dipegang tanpa tanggung jawab. Bayangkan kalau kekuasaan ini kayak panci presto. Kalau nggak dijaga baik-baik, tekanannya bisa bikin ledakan. Tapi kalau digunakan dengan benar, hasilnya bisa jadi makanan enak yang bikin orang lain kenyang dan bahagia. Jadi, pemimpin itu bukan cuma soal gaya dan otoritas, tapi juga soal manfaat yang kita berikan.

Sebagai pemimpin, kita harus sadar, kekuasaan itu alat untuk melayani, bukan buat pamer. Tapi ya, ada juga tuh tipe pemimpin yang hobinya "serius terus." Padahal, kalau terlalu serius, bisa-bisa bawahan jadi stres. Padahal, Nabi Muhammad SAW mengingatkan, “Sebaik-baik pemimpin adalah yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya.” Jadi, selain bijak, pemimpin juga perlu punya selera humor, biar timnya nggak tegang kayak mie instan belum direbus.

Nah, soal tanggung jawab, mari kita jujur. Pernah nggak, kita merasa tergoda buat melempar tanggung jawab ke orang lain? Istilah modernnya: 'delegasi tanpa empati.' Hati-hati, loh. Di Padang Mahsyar nanti, alasan “Itu kan tugas bawahan saya” nggak akan berlaku. Allah nggak butuh laporan struktur organisasi, yang dilihat itu hasil kerjanya.

Kalau dipikir-pikir, jadi pemimpin itu kayak main catur. Kita nggak cuma mikir langkah kita sendiri, tapi juga mikir gimana setiap langkah itu memengaruhi bidak lainnya. Kalau pemimpin cuma mikir menang sendiri, ya siap-siap aja digeser sama bidak lain yang lebih peduli sama permainan tim.

Jadi Sahabatku, mari kita renungkan, apa yang sudah kita lakukan dengan kekuasaan kita? Apakah kita sudah benar-benar memimpin dengan hati, atau malah sibuk bikin alasan kalau ada yang salah? Kalau jawabannya bikin ragu, tenang, masih ada waktu untuk memperbaiki diri. 

Yang penting, jangan lupa, pemimpin yang bijaksana itu bukan cuma yang tahu jalan, tapi yang mau nunjukin jalan dan berjalan bersama. Dan sesekali, biar perjalanan itu nggak terlalu tegang, bolehlah kita selipkan humor yang bikin suasana jadi lebih ringan. Toh, hidup ini cuma sebentar, mari kita nikmati sambil terus menebar manfaat. Setuju, kan?

Semoga bermanfaat,

Tabik 
-dewahipnotis- 
The Storyteller Therapist 
www.thecafetherapy.com





BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang