Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Sahabatku yang berbahagia,
Apa kabar Anda di Minggu pagi yang ceria ini? Semoga Anda dan orang-orang terdekat Anda juga dalam kondisi yang bahagia. Aamiin.
Pertanyaannya adalah bagaimana agar kita merasa bahagia, sekaligus membahagiakan orang terdekat kita?
Ada sebuah kepercayaan yang kuat di masyarakat bahwa berkorban demi kebahagiaan orang lain adalah tanda cinta yang paling murni. Misalnya, orangtua yang rela bekerja keras siang dan malam, berusaha tanpa henti demi kebahagiaan anak-anak mereka. Mereka berpikir, "Saya tidak bahagia tidak masalah, yang penting anak saya bahagia." Tapi, pertanyaannya selanjutnya adalah, apakah benar anak-anak itu bisa benar-benar bahagia jika mereka tahu orangtua mereka sendiri tidak bahagia?
Demikian juga dengan niat mulia seorang anak yang berkata, "Cita-citaku di dunia ini hanya satu: membahagiakan orangtua. Gak penting aku gak bahagia." Apakah ada orangtua yang bisa benar-benar merasakan kebahagiaan jika mereka tahu anaknya hidup tanpa kebahagiaan?
Sering kali, orang lupa bahwa mengorbankan diri sendiri untuk orang lain tanpa menjaga kebahagiaan pribadi justru dapat merusak niat baik tersebut. Dalam psikologi positif, kita diajak untuk menyadari bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang harus dipelihara dari dalam diri. Justru dengan mencintai dan membahagiakan diri sendiri terlebih dahulu, kita bisa lebih efektif dan tulus dalam memberikan kebahagiaan kepada orang lain.
Prinsipnya sederhana: Jangan menjadi seperti lilin yang memberikan terang kepada sekitarnya, tetapi meleleh dan habis dalam prosesnya. Kebahagiaan itu seperti cahaya yang terus bersinar, dan semakin kuat cahayanya, semakin jauh jangkauannya. Jika kita sendiri terkuras habis, bagaimana kita bisa membantu orang lain?
Konsep lilin ini dalam berbagai kesempatan bisa dianggap sebagai sebuah heroisme. Heroisme adalah konsep yang menggambarkan tindakan berani, tanpa pamrih, dan sering kali berisiko tinggi yang dilakukan oleh seseorang demi kebaikan orang lain atau demi tujuan mulia. Seorang pahlawan biasanya dianggap sebagai seseorang yang menunjukkan pengorbanan pribadi, keberanian luar biasa, dan komitmen terhadap nilai-nilai yang dianggap penting oleh masyarakat.
Heroisme bukan hanya tentang keberanian fisik; itu juga mencakup keberanian moral dan emosional. Orang yang heroik tidak selalu beraksi dalam situasi berbahaya, tetapi mereka sering kali menunjukkan keberanian dalam menghadapi tantangan moral dan sosial. Heroisme juga dapat dilihat sebagai hasil dari kombinasi faktor genetik, sosial, dan situasional, di mana setiap individu memiliki potensi untuk bertindak heroik tergantung pada konteks dan kondisi yang mereka hadapi.
Konsep heroisme memang mulia, tetapi jika diterapkan tanpa mempertimbangkan kesejahteraan diri, justru bisa menyesatkan.
Kita perlu mengerti bahwa kebahagiaan tidak datang dari pengorbanan tanpa batas, tetapi dari keseimbangan antara memberi dan menerima. Dengan menjaga kesejahteraan batin kita sendiri, kita tidak hanya dapat memberikan lebih banyak, tetapi juga menjadi inspirasi nyata bagi orang-orang di sekitar kita.
Namun ada tantangan tersendiri ketika kita berusaha menjaga kebahagiaan diri kita. Beberapa pihak menganggap kita egois. Yang perlu kita pahami bahwa egois bukanlah tentang mementingkan diri sendiri. Setiap orang berhak, bahkan wajib, untuk mementingkan kesejahteraannya sendiri.
Misalnya, dalam situasi darurat di dalam pesawat, ketika terjadi turbulensi dan kantong oksigen turun, penumpang yang membawa anak kecil diinstruksikan untuk memakai masker oksigen terlebih dahulu sebelum membantu anaknya. Mengapa? Karena hanya dengan memastikan dirinya aman terlebih dahulu, ia dapat membantu anaknya dengan efektif.
Egois adalah ketika kita mementingkan diri sendiri sambil mengabaikan kepentingan orang lain. Namun, menjaga diri sendiri agar tetap bahagia dan sehat adalah bentuk tanggung jawab, bukan egoisme.
Dengan menjaga diri sendiri, kita mempersiapkan diri untuk menjadi penolong yang lebih kuat bagi orang lain. Ketika kita memperhatikan kebutuhan kita tanpa melupakan kebutuhan orang lain, itulah keseimbangan yang seharusnya dijaga.
Mementingkan diri sendiri dengan menjaga kebahagiaan pribadi adalah langkah pertama dalam memastikan bahwa kita dapat memberikan yang terbaik kepada orang lain. Ini bukan tindakan egois, melainkan tanda bahwa kita memahami pentingnya kesejahteraan kita untuk dapat menjalani hidup dengan optimal, serta memberikan dukungan dan kebahagiaan kepada orang-orang di sekitar kita dengan tulus dan penuh cinta.
Semoga bermanfaat
Tabik
-dewahipnotis-
www.thecafetherapy.com