NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

Menang Banyak

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

Menang Banyak

14/03/24
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh. Semoga keselamatan dunia akhirat, keberkahan serta cinta kasih Allah tercurah untuk kita semua. Aamiin. 

Sahabatku yang berbahagia, apa kabar Anda hari ini? Puasa sudah menginjak hari kedua bagi beberapa orang, namun ada juga yang sudah hari ketiga. It's OK. Ini adalah pilihan. Tak ada yang perlu diperdebatkan. Seperti halnya juga ketika berbuka puasa, ada yang langsung menyeruput teh panas, plus mendoan hangat. Ada yang langsung menyalakan sebatang sigaret, plus kopi kental. Ada pula yang mengikuti sunah Rasul dengan memakan kurma berjumlah ganjil. Itu adalah pilihan, dan setiap orang akan menerima konsekuensi logis dari setiap pilihan yang diambilnya. 

Saya tidak sedang ingin membahas mengenai konsekuensi ini, namun lebih pada kenapa setiap orang memiliki pilihan berbeda, atas sebuah dasar pemikiran yang sama?

Sahabatku, tahukah Anda bahwa sebenarnya di dalam diri kita ada 2 aku? Ada aku aktual, yaitu diri kita seadanya, dengan semua hal yang kita miliki dari lahir sampai sekarang. Ada aku ideal, yaitu sesuatu yang menurut kita semestinya sudah kita miliki atau kita raih, seiring dengan semua usaha kita. Dalam praktiknya, setiap hari kedua diri ini selalu melakukan negosiasi. Ada kalanya diri aktual menginginkan diri ideal mengikuti jejaknya. Namun, di lain waktu bisa pula diri ideal meminta diri aktual untuk turut dengannya. Itulah landasan kenapa setiap manusia memiliki pilihan masing-masing atas segala hal di dunia ini. 

Dalam hubungan dengan individu lain, rupanya setiap hari kita juga perlu melakukan proses negosiasi. Dan hal ini terjadi hampir kepada semua orang di sekitar kita. Kita bernegosiasi dengan keluarga, dengan tetangga, dengan tukang sayur, dengan guru, dll. 

Negosiasi pada dasarnya
 adalah asas memberi dan menerima, 
memberi sesedikit mungkin dan 
menerima sebanyak mungkin. 
Seorang negosiator ulung selalu tahu
 kapan sebaiknya memberi dan kapan
 harus menerima.

Teknik negosiasi bukan hanya dipakai sebagai alat untuk menyudutkan tetapi juga 
untuk bela diri ketika tersudut. Teknik negosiasi tidak sekedar mengajarkan teknik pandai
 bicara, lebih dari itu sebagai teknik yang berakar pada panutan: “Diam itu EMAS, 
bicara itu PERAK, tapi tahu kapan harus diam dan kapan harus bicara itulah
 BERLIAN”.
---

Hari ini saya masih berada di rumah orang tua, karena kondisi Ma'e yang belum membaik. Kemarin saya mengantar Ma'e ke sebuah RS swasta berjarak 1 jam perjalanan menggunakan mobil. Ketika mau berangkat saya bertanya ke adik saya, apakah surat rujukan dokter untuk mengurus BPJS sudah ada. Rupanya adik saya belum mempersiapkannya. Maka saya meluncur ke tempat praktik dokter tersebut, yang rupanya sedang cuti pulkam karena Nyepi. Ya, beliau adalah orang Bali. Kemudian saya mencari dokter penggantinya, yang siang itu masih berpraktik di Puskesmas Desa. Saat itu waktu masih menunjukkan pukul 1 siang. 

Saya jelaskan situasi yang saya hadapi, dan dokter tersebut meminta saya untuk datang ke tempat praktik jam 4 sore. Saya jelaskan bahwa saya memerlukan surat rujukan itu siang itu juga, karena jam 2 sudah harus sampai RS bersangkutan. Dokter pengganti itu menyatakan tidak bisa membantu kecuali sore jam 4. 

Sebagai praktisi NLP (Neuro Linguistic Programming) saya bergeming. Saya sudah memiliki sebuah tujuan jelas, sebuah Well-formed Outcome (WFO). Maka saya mesti mempraktikkan 3 pilar NLP lainnya.  

Saya menyadari posisi saya, bahwa saya salah karena semestinya saya mempersiapkan surat rujukan ini kemarin. Maka inilah dialog saya dengan dokter tersebut. 

"Mbak Dokter, saya minta maaf. Memang kami salah karena mendadak minta surat rujukan ini, namun kami membutuhkannya siang ini, bukan sore nanti. So, please dibantu ya Mbak. Ini masalah nyawa Mak saya. Sebagai dokter, tentunya Mbak ingat dong sumpah hipokrates, untuk mendahulukan keselamatan nyawa manusia di atas segalanya?" Ini namanya 'outcome frame'. 

"Saya ingin membantu Pak, tapi saya terikat aturan. Praktik dokter baru dimulai jam 4 sore, dan saat itulah saya baru bisa membantu Bapak"

"Saya mengerti Mbak Dokter, namun ini kondisinya sudah darurat. Mak saya sudah dalam kondisi kritis. Berjalan saja sudah harus dipapah. Makan sudah susah. Pipis saja kudu pakai selang. Jika Ibu Mbak Dokter yang mengalami kondisi seperti itu, apa iya tega menunggu sampai jam 4, baru berangkat ke RS?" Ini namanya 'as if frame'. 

"Tentu saya akan berjuang semampu saya untuk melakukan hal terbaik bagi ibu saya. Tapi Bapak juga mesti paham aturan yang mengikat saya Pak"

"Betul Mbak, saya juga tidak ingin Mbak Dokter melanggar aturan kok. Saya yakin Mbak ini orang baik, karena mau menjadi dokter. Dokter tugasnya kan membantu orang lain. Betul kan Mbak? Maka saya yakin, Mbak dokter bisa mencarikan jalan keluar untuk Mak saya, tanpa harus melanggar aturan itu. Iya kan Mbak dokter yang baik?" Ini adalah kombinasi antara 'mind reading frame' dan 'yes tag question'. 

Setelah berpikir sejenak, dokter itu berkata, "Gini saja Pak, Bapak berangkat saja dulu ke RS. Jam 4 nanti, ketika saya sudah memulai jam praktik saya sebagai dokter pengganti, saya akan menuliskan surat rujukan itu, untuk kemudian mengirimkan soft copy-nya melalui pesan WhatsApp. Bagaimana?"

"Yes. Itu sebuah solusi yang brilian Mbak Dokter. Terimakasih atas bantuannya. Ternyata benar dugaan saya, Anda adalah orang baik. Boleh minta nomor teleponnya?" Ini adalah 'modus frame', wkwkwk. 

Kemudian saya pulang untuk bersiap berangkat ke RS bersama kedua adik saya, dan tentu saja Ma'e. Dan tahukah Kawan, bahkan sebelum mobil itu beranjak meninggalkan pelataran rumah kami, notifikasi di gawai saya menunjukkan telah terterima sebuah file pdf berisikan surat rujukan. Masya Allah, ketika Allah berkehendak, dan makhluknya mau berikhtiar, rupanya semesta juga mendukung. 

Rupanya sesi negosiasi hari itu belum kelar. Dalam perjalanan menuju RS, anak kedua saya menelepon mengabarkan bahwa dia sudah berada di pool bus antar kota, Malang-Bogor. Namun dia mengatakan bahwa tempat duduknya di 1A (tepat di belakang supir) dipindahkan ke belakang. Bukan itu saja, dengan banyaknya barang bawaan karena sudah selesai studinya di Malang, dia terkena over charge bagasi sebesar 200K. Maka saya minta dihubungkan dengan petugas kantor bus tersebut. Dan inilah dialog kami. 

"Mbak, bisakah saya diberikan penjelasan kenapa anak saya dipindahkan ke belakang, dan ada tambahan biaya bagasi sebesar 200K?

"Begini Pak, armada bus yang seharusnya dinaiki anak Bapak mengalami kerusakan, maka kami pindahkan dia ke armada lain. Tapi jangan khawatir, tujuannya sama, bahkan bis ini lebih nyaman kok. Kalau mengenai over charge, sudah tertera di peraturan kami Pak"

"Oo begitu ya Mbak. Bolehkah saya dikirimkan copy dari aturan tadi? Yang kedua, bukankah hak penumpang duduk di kursi yang dipesannya juga tertulis dalam aturan Anda, jadi semestinya Anda tidak bisa mengubahnya tanpa seizin penumpang dong? Jika Anda mengubah tempat duduk anak saya tanpa seizin dia, maka saya minta kompensasi keringanan over charge ini"

"Boleh Pak. Kami segera kirimkan peraturan tersebut. Mengenai over charge, kami belum bisa memutuskan Pak"

Karena saya masih berada di perjalanan, koneksi telepon terputus. Saya baru menelepon anak saya ketika sudah mengantri di RS. Anak saya kemudian mengabarkan bahwa entah bagaimana caranya seatnya sudah dikembalikan ke nomor 1A. Dan over charge wajib dibayarkan sebesar 200K. "Transfer ya Pah. Please" Ini namanya nombok frame. 
:(
---

Sahabatku yang berbahagia, saya jadi teringat konsep BATNA (Best Alternative to a Negotiated Agreement) yang diperkenalkan oleh Roger Fisher dan William Ury dalam buku mereka yang terkenal, "Getting to Yes: Negotiating Agreement Without Giving In".

BATNA merujuk pada solusi terbaik yang bisa diperoleh oleh seorang negosiator jika negosiasi tidak berhasil atau jika pihak lain tidak bisa memenuhi kebutuhan atau tuntutan mereka. Dalam konteks negosiasi, mengetahui dan memahami BATNA adalah penting karena membantu negosiator untuk mengevaluasi kekuatan posisi mereka dan menentukan apakah kesepakatan yang ditawarkan oleh pihak lain lebih baik daripada alternatif terbaik yang mereka miliki.

Inilah yang dinamakan kehidupan, kadang menang banyak, kadang menang dikit. GPP yang penting menang. Tugas kita sebagai khalifah di muka bumi ini adalah berusaha dan bersyukur. 

Semoga bermanfaat. 

Tabik
-haridewa-
The Storyteller Coach

BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang