NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

'Terapis bukanlah Dokter'

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

'Terapis bukanlah Dokter'

13/01/23


"Pak Hari, mau nanya dong. Kalau untuk mengatasi klien yang ngompol itu gimana ya?"

"Pak Hari, boleh sharing dong pengalamannya menerapi klien yang anxiety?"

"Pak Hari, pernah enggak punya klien LGBT. Pakai teknik apa solusinya?"

"Pak Hari, kalau untuk diet, langkah pertama yang perlu diambil apa ya?"

Pertanyaan-pertanyaan di atas adalah beberapa contoh konsultasi kawan terapis, baik yang pemula maupun yang sudah malang melintang puluhan tahun di dunia terapi.

Dan biasanya saya akan menjawabnya sesuai dengan pengalaman saya menangani kasus serupa. Meskipun setelah itu saya akan berpesan bahwa pengalaman atau teknik yang saya gunakan belum tentu ampuh untuk kasus mereka. Lho kok!

Saya akan mencoba menuliskannya alasan pesan saya tadi.

Pertama, sebagai pengusada non fisik, maka urusan kita adalah pikiran, perasaan dan perilaku. Urusan 3P ini tidak memiliki rumusan tetap dan baku seperti halnya dunia medis yang berhubungan dengan fisik manusia.

Meskipun sampai sekarang penelitian obat-obatan masih terus disempurnakan, namun pakemnya tidak berubah sejak ratusan tahun yang lalu.

Berdasarkan uji klinis dan empiris, dunia medis sudah memiliki kamus lengkap pengobatan. Mereka sudah membuat kluster-kluster intervensinya sbb:

  • Demam diintervensi dengan anti piretik
  • Nyeri diintervensi dengan analgesic
  • Bakteri diintervensi dengan anti biotik
  • Virus diintervensi dengan anti virus
  • Tekanan Darah Tinggi diintervensi dengan anti darah tinggi
  • Maag diintervensi dengan antasida
  • dlsb

Kedua, urutan penanganan penyakit fisik juga masih sama. Ketika ada pasien datang ke nakes, langkah pertama yang diambil adalah anamnesa.

Anamnesa adalah suatu proses wawancara antara pasien atau keluarga pasien dengan dokter atau perawat yang berwenang untuk mendapatkan keterangan tentang keluhan serta riwayat penyakit yang diderita pasien. Proses ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan diagnosis kondisi pasien.

Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan fisik, yang meliputi:

  • Inspeksi yang bertujuan menentukan apakah seseorang mengalami kondisi tubuh normal atau abnormal dengan cara melihat, membaui atau dengan bantuan alat.
  • Palpasi, yaitu pemeriksaan fisik lanjutan dengan menyentuh tubuh dan dilakukan bersamaan dengan inspeksi.
  • Auskultasi, yaitu proses mendengarkan suara yang dihasilkan tubuh untuk membedakan suara normal dan abnormal menggunakan alat bantu stetoskop.
  • Perkusi, yaitu tahapan yang bertujuan untuk mengetahui bentuk, lokasi, dan struktur di bawah kulit.
  • Cek laboratorium jika dibutuhkan data tambahan

Maka ketika para nakes ini sudah mengetahui kluster penyakit seorang pasien, mereka tinggal mengingat rumusannya, atau kalau pun lupa, mereka tinggal membuka kamusnya. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada mereka, pada dasarnya mereka bahkan sudah menyiapkan kombinasi rumusan terapeutis  sebelum pasien datang ke klinik.

Hal ini bisa kita lihat pada dokter yang di dalam kliniknya juga menyediakan obat-obatan (di dunia farmasi, mereka dikenal dengan nama dokter dispensing), sudah tersedia racikan-racikan khusus sesuai dengan gejala yang ditunjukkan oleh pasien. Orang mengenalnya sebagai obat setelan.

Sekali lagi, berdasarkan uji klinis dan empiris, biasanya resep ini mujarab untuk menangani keluhan pasien.
---

Sahabatku yang berbahagia, lain dokter, beda pula pola intervensi psiko terapis. Meskipun ada sedikit persamaan ritual terapi, yaitu pada penggalian data. Psiko terapis menyebutnya pre induction talk, atau intake interview, yang bertujuan mendapatkan situasi terkini (current situation), sumber daya yang tersedia (resources) dan outcome (desired situation) dari klien.

Nah, meskipun tujuan seorang klien mendatangi terapis adalah sama, yaitu untuk mengecilkan atau bahkan menghilangkan gap antara current situation dengan desired situation, namun pola intervensinya bisa berbeda-beda antara satu klien dengan klien lainnya. Kita tidak bisa berpegang pada satu rumusan yang cocok untuk semua klien. Jika demikian, apa yang membedakan satu klien dengan klien lain? Jawabannya jelas, resources mereka.

Erickson pernah berkata kepada para muridnya, "Apa pun yang ada di depan kita adalah data. Serap semua data tersebut, kemudian manfaatkan untuk melakukan intervensi (accept & utilize)"

Berpegang pada prinsip-prinsip di atas, maka sebagai terapis, kita tidak bisa, atau bahkan tidak boleh menyiapkan serangkaian solusi -meskipun berdasarkan pengalaman masa lalu- sebelum kita berjumpa eyes to eyes dengan klien kita.

Segala macam informasi (seperti sharing yang suka saya bagikan kepada mereka yang minta), pengalaman, buku panduan terapi, dan lain lain, hanya boleh digunakan sebagai acuan terapi. Namun semua jurus terapinya mesti disesuaikan dengan data (resources) yang berhasil kita peroleh ketika berjumpa dengan klien.

Maka jika kita meniru kebiasaan dokter dispensing yang sudah membuat setelan-setelan obat untuk kasus-kasus tertentu, pada dasarnya kita bukanlah therapist, melainkan the rapist.

Tabik
-haridewa-
The Storyteller Therapist
www.biolinky.co/cafetherapy

BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang