Setelah 8 hari berpetualang di kota pelajar, maka tiba saatnya kami pulang. Tentu ada kegembiraan lebih di atas kegembiraan berlibur. Kenapa? Karena pulang ke rumah artinya akan kembali menemui semua hal yang disukai yang sempat ditinggalkan selama liburan.
Anggrek yang membutuhkan perawatan. Ikan di aquarium yang perlu makanan. Para tetangga yang perlu disapa, dlsb.
Anak sekolah ketika bel usai pelajaran berdentang juga pasti gembira, karena dia bisa segera pulang.
Para pekerja kantor juga akan merasa senang ketika jam kerja selesai, karena mereka juga bisa pulang.
Saat lebaran? Kita yang punya kampung halaman akan berbondong-bondong mudik dengan gembira. Kenapa? Karena bisa pulang.
Ternyata pulang itu memang menyenangkan. Namun ada satu pulang yang membuat kita gamang. Sejatinya kita ini adalah makhluk surga yang sedang wisata ke dunia. Maka kepulangan kita pastilah ke akhirat. Senangkah Anda jika harus pulang ke akhirat?
Bingung?
Mau jawab senang, takutnya besok kudu pulang! Mau jawab enggak, nyatanya suatu saat nanti tetap harus pulang.
Jadi, apa sebenarnya yang membuat pulang yang satu ini terasa berat? Menurut Ustadz Sejuta Umat, alm. Zaenuddin MZ, ada 2 alasannya:
- Kita terkadang terlalu mencintai sesuatu yang ada di dunia ini. Bisa harta, tahta, atau wanita. Karena kita sudah terikat oleh sesuatu yang berbau dunia tadi, maka menjadi berat ketika harus meninggalkannya. Maka rahasianya adalah 'cinta Allah sepenuhnya, cinta dunia seperlunya.' Pulang kita jadi enak.
- Kurang bekal untuk pulang. Bayangkan Anda mudik dan bekalnya kurang. Maka sengsara yang akan didapat. Hanya orang nekat yang berani pulang padahal tidak punya bekal. Bekal pulang ke akhirat tentunya adalah pahala yang cukup.
Banyak orang berpikir bahwa pahala hanya didapatkan melalui ibadah-ibadah standar seperti shalat, puasa, Haji, sedekah, dlsb. Padahal ada amalan sederhana yang menurut saya juga bernilai pahala sangat tinggi. Apa itu?
Bersyukur atau gratefullness dan welas asih kepada sesama atau loving kindness.
Kedua amalan sederhana ini bisa kita lakukan sembari mempraktikkan spiritual mindfulness yang saya paparkan dengan lengkap di buku Spiritual Mindful Tranceformation ini.
Seorang sahabat bertanya, apa inti dari buku SMT ini.
Buku ini diawali dengan satu ayat, yaitu _Laqad khalaqnal-insāna fī aḥsani taqwīm_ (QS At Tin:4)
Artinya: "Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya"
Maka inti dari buku ini adalah:
- Teknik menyadari semua aktivitas harian seperti bernapas, berjalan, makan, tidur, dll agar tidak terjadi secara autopilot.
- Meniatkan semua aktivitas tadi agar bernilai ibadah.
Untuk itulah buku ini diakhiri dengan sebuah doa penyerahan diri kepada Sang Maha Kuasa, yaitu: "Ya Allah, apa yang Engkau mau hamba lakukan di sisa hidup hamba ini agar hamba bisa menjadi ahsani taqwim-Mu"
Pulang itu nikmat. Asal bekalnya cukup. Tidak ada salahnya Anda membaca buku ini, sebagai salah satu sarana menambah bekal perjalanan Anda.
Buku ini merupakan buku solo ke-5 dari total 9 buku yang sudah saya hasilkan. Dan demi menjaga kualitas buku saya, maka buku kali ini pun tetap akan terbit dalam format HARD COVER.
Buku ini terdiri dari 2 bagian:
- 'Menapaki Kesadaran Diri', yang berisikan 10 bab mengenai cerita para praktisi mindfulness dan keajaiban yang mereka dapatkan.
- 'Menuju Kebahagiaan Hakiki', berisi 15 bab mengenai pemahaman dasar mindfulness beserta teknik-teknik ampuhnya.
Jika Anda ingin memiliki buku ini, Anda bisa memesannya dengan cara mengakses tautan berikut ini:
https://bit.ly/PesanBukuSMT
Harga 199K