NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

MASALAH VS MUSIBAH

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

MASALAH VS MUSIBAH

07/06/21



Sahabat pembelajar yang berbahagia, ibarat roda, kehidupan ini senantiasa berputar. Satu kali posisi kita bisa di atas, kadang di samping, atau bahkan di bawah. Jika kita menyadari filosofi wheel of life di atas, maka sebenarnya kehidupan kita akan baik-baik saja.

Namun beberapa di antara kita tidak sanggup memaknai filosofi di atas, sehingga mereka merasa memiliki 'masalah' dalam hidupnya. Beberapa di antaranya malah menganggap hidup mereka adalah sebuah 'musibah'.

Mari kita kupas kedua istilah tadi dengan pikiran terbuka.

'Masalah'
Tad James, salah satu pakar NLP dunia yang kemudian merumuskan satu teknik andalannya, yaitu timeline, pernah berkata,
“A client is a client because they are not in rapport with themselves.”

Seseorang disebut klien (dari seorang terapis) karena dia sedang tidak terhubung dengan dirinya sendiri.

Menurut teori Self Discrepancy yang dikembangkan oleh Edward Tory Higgins pada tahun 1987, pada prinsipnya di dalam diri kita selalu akan muncul dua entitas, dua ‘aku’. Aku pertama merupakan ‘aku aktual’ atau diri kita apa adanya sekarang dengan standard yang diinternalisasi berdasarkan pengalaman hidup kita. Aku kedua adalah ‘aku ideal’, atau kondisi yang menurut kita  ‘seharusnya’ sudah tercapai sekarang ini.

Masalah yang biasanya berupa emosi negatif akan muncul ketika terdapat jarak antara aku ideal dan aku aktual. Semakin jauh jaraknya, semakin negatif pula emosi yang muncul, dan  jika dibiarkan dalam jangka panjang hal ini akan  mempengaruhi kondisi fisik kita.

Terdapat tiga fase metastase kondisi akibat ketidaksesuaian antara diri aktual dan diri ideal ini:

1. Kondisi emosional yang tidak stabil, mudah marah, uring-uringan, dll.

2. Mimpi buruk yang membuat tidur tidak nyenyak. Bangun pagi badan terasa remuk redam, emosi makin tidak karuan.

3. Psikosomatis atau gangguan kesehatan fisik yang disebabkan oleh gangguan psikologis

Maka untuk menghindarkan terjadinya gangguan psikologis dan bahkan fisiologis di atas, hal yang perlu dilakukan adalah mendamaikan antara diri ideal dengan diri aktual. Istilah kerennya adalah acceptance.

Contoh kasus, suatu hari saya pernah kedatangan klien yang diduga mengidap kanker lidah. Awalnya dia hanya mengira rasa perih di pangkal lidah adalah gangguan sariawan biasa. Namun setelah satu minggu diobati menggunakan obat sariawan, rasa perih itu tidak berkurang juga. Maka ditemani suaminya, dia memeriksakan kondisi ini ke seorang dokter umum.

Berdasarkan simptom yang muncul, dokter ini menduga ada kemungkinan kanker lidah. Namun untuk lebih pastinya, dia memberikan rujukan kepada dokter yang lebih ahli.

Mendengar vonis dokter tersebut, alih-alih membaik, kondisi klien saya ini jutsru semakin memburuk. Bukan hanya rasa sakit di lidah yang makin mendera, kondisi psikisnya juga mulai terganggu. Ada kekhawatiran jika dugaan kanker itu benar adanya.

Diri aktual yang terdapat dalam klien ini adalah kondisi sakit yang dirasakan, bahkan dugaan kanker lidah dari dokter. Sementara diri idealnya mengatakan, dengan gaya hidup sehat dan ketaatan ibadah yang sudah menjadi rutinitasnya, seharusnya dia tidak mengalami sakit tersebut. Dengan kondisi semacam ini maka klien saya tersebut menjadi memiliki sebuah 'masalah'

Kondisi emosinya menjadi labil, tidur tidak nyenyak, makanpun tak enak. Maka solusi awal yang saya tawarkan adalah melakukan penerimaan pada kondisinya tersebut. Dalam teori self discrepancy, tindakan ini akan mendekatkan diri ideal kepada diri aktual. Dengan acceptance maka sebuah masalah hanya akan menjadi sebuah situasi yang netral dari muatan emosi negatif sehingga akan lebih mudah diintervensi.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan secara detail kepada pihak medis dan menjalani perawatan secara medis. Maka tindakan ini lambat laun akan mendekatkan diri aktual kepada diri ideal. Kondisi inilah yang dinamakan sembuh.

'Musibah'
Ada sebuah pepatah lawas yang mengatakan "Sebuah perahu tidak akan tenggelam meskipun dikelilingi oleh air. Perahu itu akan tenggelam jika air mulai masuk ke dalam lambungnya".

Setali tiga uang dengan pepatah di atas, satu kondisi dianggap sebagai  musibah ketika orang tersebut tidak mampu mengatasi situasi yang sedang dihadapinya. Istilah NLPnya adalah RI tidak sinkron dengan RE.

RI adalah realitas internal, atau segala data yang tersimpan di bawah sadar seseorang berdasarkan pengalaman masa lalunya. Orang awam menyebutnya sebagai keyakinan.

Sementara RE adalah realitas eksternal, atau peristiwa yang sedang terjadi di sekitar kita. Orang awam menyebutnya sebagai kenyataan.

Pada dasarnya kenyataan adalah sebuah peristiwa atau fenomena alam yang bersifat netral, natural dan tanpa tendensi. Sebuah kenyataan bisa menjelma menjadi musibah ketika mulai diberi makna oleh keyakinan dengan cara yang salah. Sederhananya adalah musibah muncul ketika keyakinan tidak bisa menerima kenyataan yang ada di depan mata.

Dalam bukunya Man's Search for Meaning, Viktor E. Frankl menceritakan pengalaman hidupnya ketika menjadi tawanan Nazi.  Dia adalah penyintas dari 3 kamp konsentrasi Nazi yang terkenal sangat kejam dan tidak manuisawi. Ketika kebanyakan tawanan kehilangan harapan hidup, dia justru berkata, “Apa pun bisa dirampas dari manusia. Kecuali satu: kebebasan terakhir seorang manusia – kebebasan untuk menentukan sikap dalam setiap keadaan. Kebebasan untuk memilih jalannya sendiri.”

Semasa di tempat pengasingan Frankl justru menemukan satu kepastian. Semakin hilang harapan hidup seseorang, semakin dekat pintu kematian itu datang. Frankl melihat sendiri mereka yang tak punya lagi tujuan, satu per satu masuk ke kamar gas yang mematikan, sedangkan yang terus bertahan hanyalah segelintir orang yang masih mau berjuang.

“Kita tidak dapat menghindari penderitaan, tetapi kita dapat memilih cara mengatasinya, menemukan makna di dalamnya, dan melangkah maju dengan tujuan baru.”

Sebagai manusia yang tercipta menjadi makhluk paling sempurna, kita tidak boleh kehilangan harapan. Musibah hanya akan muncul ketika kita sudah kehilangan tujuan. Karena saat itu keyakinan kita tidak bisa menerima kenyataan yang ada di depan mata. Maka ketika tujuan lama tak lagi bisa diharapkan, selalu siapkan tujuan baru agar kita dapat terus melangkah ke depan.

Hidup ini punya makna; dan itulah satu-satunya hal yang harus kita percaya.

Semoga tulisan ini juga punya makna bagi Anda semua.

Tabik
-haridewa-
Professional Hypnotherapist
Happy Counsellor

Dan untuk mendapatkan informasi seputar program kami, Anda bisa mengakses pranala ini: http://bit.ly/INFO_CAFETHERAPY

BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang