NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

Intrusi & Interupsi

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

Intrusi & Interupsi

23/03/21


Sahabat pembelajar yang berbahagia, pernahkah Anda menemukan sebuah perilaku tak biasa dari kawan kantor atau sahabat, atau mungkin saudara Anda yang mirip dengan contoh di bawah ini.

"Kalau aku jadi bos nanti, saya akan berlaku lembut dan adil kepada bawahan. Tidak seperti bos saya sekarang yang tiap hari main bentak seenak udel sendiri," ujar seorang karyawan kepada koleganya dengan berapi-api setengah membentak

"Iih, amit-amit jabang baby, jangan sampai deh aku ketularan watak ibuku yang suka nyinyir tiap hari. Setiap hari ada saja yang salah di rumah kami. Kasihan anak-anakku nanti, kalau aku juga seperti itu"

Itu adalah ocehan seorang perempuan yang notabene juga sangat nyinyir, hehehe.

'Intrusi'
Dalam pandangan ilmu psikologi, perilaku semacam itu bisa disebut introjection, atau menjelmanya watak orang lain (yang justru tidak disukainya) ke dalam diri seseorang. Salah satu penyebab terjadinya fenomena introjection adalah gejala ingatan intrusif, atau ingatan yang tidak diinginkan, yang bersifat mengganggu yang datang berulang.

Perlakuan tidak menyenangkan yang dilakukan oleh orang terdekat sehingga berulang setiap saat akan menjadi sebuah skema psikologis. Misal bentakan bos atau nyinyiran ibu setiap hari, tanpa memandang apakah saat itu terjadi sebuah prestasi maupun kesalahan. Pihak yang menjadi korban merasa tidak pilihan skenario lain, kecuali bentakan dan nyinyiran. Jika berlangsung lama, maka hal ini akan mengakibatkan kondisi traumatis pada korban.

Ajaibnya, saking seringnya mendapatkan perlakuan seperti ini, korban mulai terbiasa. Ibarat seseorang yang tinggal di penampungan sampah sehingga tidak lagi mencium busuknya bau sampah. Repotnya adalah ketika dia bertemu dengan kawan lain, dia justru menebar bau busuk tadi tanpa disadari. Setali tiga uang dengan penghuni tempat sampah tadi, korban bullying ini justru mengalami ingatan intrusi yang berujung pada perilaku yang sama seperti orang yang mem-bully-nya.

Kondisi seperti ini bisa ditangani dengan pendekatan gestalt, menggunakan ego state therapy.
***

'Interupsi'
Saya yakin Anda lebih familiar dengan istilah kedua ini dibandingkan istilah pertama tadi. Dalam sebuah rapat atau dialog, orang sering melakukan hal ini untuk menyelipkan pendapatnya. Secara umum menurut KBBI, interupsi bisa diartikan sebagai menyela, atau memotong pembicaraan orang lain.

Rupanya dalam ranah terapi juga dikenal istilah interupsi. Maknanya lebih kurang juga sama, yaitu menyela atau memotong pembicaraan. Hanya bedanya proses penyelaan dan pihak yang disela adalah orang yang sama. Bingung?

Begini, Bro, pernahkah ketika sedang mengobrol dengan kawan Anda, atau bagi Anda yang berprofesi sebagai terapis sedang mendengarkan klien bercerita, tiba-tiba saja, tanpa alasan yang jelas dia terbatuk, menangis, bergerak dengan mendadak atau justru terdiam seribu bahasa, dan kemudian berpindah topik.

Jika ditelaah menggunakan ilmu psikoanalisis-nya Freud, saat itu sedang terjadi interupsi dari super ego terhadap ego. Atau saya lebih suka menyebutnya sedang terjadi interupsi dari 'saya yang ideal' kepada 'saya apa adanya'.

Hal ini terjadi demi melindungi diri sendiri. Karena bisa jadi ketika asyik mengobrol tadi atau bercerita, ada sebuah rahasia atau aib, atau justru peristiwa traumatis (mengalami ingatan intrusif) yang terbersit. Maka 'saya yang ideal' buru-buru menyela dengan berbagai aksi di atas. Jika hal ini terjadi pada kawan ngobrol, mungkin Anda hanya bisa tertawa saja. Namun kalau hal seperti ini terjadi pada klien yang sedang menceritakan kondisinya, maka Anda berpeluang kehilangan kata-kata kunci atau bahkan vocal situation yang sedang merundung klien. Konsekuensi logisnya, Anda bisa salah dalam memfasilitasi klien mencapai tujuan terapinya.

Apakah fenomena interupsi ini juga bisa diatasi menggunakan pendekatan gestalt?

Jangan khawatir sahabatku, tekniknya justru lebih simple kok. Kita tinggal terima dan manfaatkan saja. Istilah kerennya, accept and utilize. Namun meski sederhana, tidak semua terapis paham caranya.

Mau tahu caranya?
Mau tahu aja, atau mau tahu banget?

Baiklah, saya share di sini caranya. Yang perlu Anda asah pertama kali adalah kepekaan inderawi Anda. Pastikan gejala-gejala di atas adalah tanda munculnya fenomena interupsi. Misal, ketika sedang asyik menceritakan kekesalan hatinya karena setiap hari dimaki oleh bos, tetiba saja klien terdiam, dan kemudian membahas topik lain.

Yang Anda perlu lakukan adalah:
1. Biarkan klien menyelesaikan ceritanya.
2. Kalau ceritanya sudah kelar, maka tanyakan, "Seandainya diam tadi mampu bicara. Kira-kira apa ya, yang akan dikatakannya?"

Dari pengalaman saya, ada klien yang langsung 'ngeh', namun ada beberapa klien yang perlu dipandu. "Tadi ketika asyik bercerita tentang bos Anda, tetiba saja Anda terdiam. Nah kalau kondisi diam tadi bisa bicara, apa yang mau diungkapkannya?"

Kiat yang sama juga berlaku untuk batuk, dehem, tangisan, atau gerakan anggota tubuh secara mendadak. Gampang khan?
BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang