NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

AWKWARD SILENCE

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

AWKWARD SILENCE

02/01/21



Pada suatu hari Mukidi sedang asyik berkendara menuju Puncak untuk menikmati hawa sejuk pegunungan tersebut. Di sebuah tikungan yang lumayan tajam, tetiba saja ada sebuah mobil  dari arah berlawanan yang membuka jendelanya dan berteriak, “Kuda..!” Terkejut dengan kejadian yang tidak disangkanya, kemudian sambil menengok ke belakang Mukidi balas berteriak, “Brengsek lu. Sapi lu!”

Mukidi tertawa lepas karena merasa puas sudah balas meneriaki pengemudi yang kurang ajar tadi. Namun baru saja menancap gasnya, seekor kuda menabrak mobil Mukidi hingga memecah kaca depan mobil tersebut. 

Hehehe, kisah fiktif di atas bisa dimaknai tragis atau lucu, tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Namun bukan itu yang sedang saya usung, saya sedang membahas mengenai sebuah peristiwa yang sering terjadi, meski tanpa sadar, yaitu pembajakan amigdala.

Sebenarnya pengemudi yang meneriaki Mukidi kuda tidak sedang memakinya, dia ingin memberi tahu bahwa ada kuda lepas. Namun dikarenakan waktu dan situasi yang tidak memungkinkan, orang itu hanya mampu berteriak, “Kuda!” Mukidi yang merasa mendapat serangan, otomatis langsung membalas teriakan tersebut, dan terjadilah kecelakaan itu.

Sahabat pembelajar yang berbahagia, menurut  Paul D. MacLean (pakar neuroscience) otak manusia dibagi dalam tiga struktur berbeda yang muncul di sepanjang jalur evolusinya, yaitu otak reptil, sistem limbik, dan neokorteks. 

Ketika berbicara tentang pikiran yang tenang dan rasional, kita biasanya melibatkan bagian otak kita yang dikenal sebagai neo korteks prefrontal. Tetapi ketika kita merasa diserang atau di bawah tekanan, kita melibatkan bagian lain dari otak kita yang dikenal sebagai amigdala (Sistem Limbik), Nah dalam tekanan, biasanya amigdala ini yang akan melakukan tugasnya dengan spontan, sehingga peristiwa tadi dikenal dengan istilah "pembajakan amigdala". Sebenarnya hal seperti ini  tidak selalu buruk, karena emosi kita dapat membantu kita keluar dari situasi sulit. Masalah muncul ketika emosi itu tidak terkendali, dan kita mengatakan atau melakukan hal-hal yang kemudian kita sesali, seperti yang terjadi pada kisah Mukidi di atas
*** 

Banyak pakar teori behavioristik yang sudah megulas mengenai fenomena stimulus-respon ini, salah satunya adalah Thorndike, seorang pendidik dan psikolog berkebangsaan Amerika. Dalam bukunya Educational Psychology (1903), Thorndike mengemukakan tiga dalil tentang hal ini, yaitu:

1.Law Of Effect (Hukum Sebab Akibat)
Dalil ini menunjukkan kuat lemahnya hubungan stimulus dan respon tergantung kepada akibat yang ditimbulkan. Apabila respon yang ditimbulkan mendatangkan kesenangan, maka respon tersebut akan dipertahankan atau diulang ; sebaliknya jika respon yang ditimbulkan adalah hal yang tidak menyenangkan, maka respon tersebut dihentikan atau tidak diulang lagi.

2.Law Of Exercise (Hukum Latihan Atau Pembiasaan)
Dalil ini menunjukkan bahwa stimulus dan respon akan semakin kuat manakala terus menerus dilatih atau diulang ; sebaliknya hubungan stimulus dan respon akan semakin melemah jika tidak pernah dilatih atau dilakukan pengulangan.

3. Law Of Readiness (Hukum Kesiapan)
Menurut dalil ini, hubungan antara stimulus dan respon akan mudah terbentuk manakala ada kesiapan dalam diri individu. Jika seorang ada kesiapan untuk merespon atau bertindak, maka tindakan yang dilakukan akan memberi kepuasan dan mengakibatkan orang tersebut untuk tidak melakukan tindakan-tindakan lain

Dalil pertama dan kedua masih berfokus pada fenomena aksi dan reaksi, sementara pada dalil ketiga, Thorndike sudah memasukkan unsur kesiapa yang ditandai dengan penyisipan jeda, antara stimulus dan respon. Jeda ini yang membedakan antara orang reaktif dan orang proaktif. Orang reaktif akan senantiasa bereaksi atas sebuah aksi yang dialaminya. Sementara orang proaktif akan mengambil jeda sejenak. 
***

Rupanya fenomena jeda ini juga dipraktekkan oleh bisnisman sekelas Steve Jobs, Elon Musk, bahkan Jeff Bezos. JUSTIN BARISO, dalam situsnya www.inc.com menceritakan kisah aplikasi jeda dari tiga orang hebat tersebut, yang kemudian dikenal dengan nama awkward silence (keheningan yang canggung). Secara harfiah awkward silence  adalah jeda yang tidak nyaman dalam percakapan atau presentasi. Sifat tidak menyenangkan dari keheningan tersebut dikaitkan dengan perasaan cemas karena peserta merasakan tekanan untuk berbicara tetapi tidak yakin harus berkata apa selanjutnya. 

Aturan awkward silence itu sederhana: Saat dihadapkan pada pertanyaan yang menantang, alih-alih menjawab, Anda berhenti sejenak dan berpikir secara mendalam tentang bagaimana Anda ingin menjawab. Tapi jangan salah, ini bukan jeda singkat. Anda mungkin perlu 5, 10, atau bahkan 15 detik sebelum memberikan jawaban, yang jika Anda tidak terbiasa melakukannya, akan terasa sangat canggung - pada awalnya. 

Sementara yang dimaksud dengan pertanyaan menantang (challenging question) adalah:
  • Pertanyaan sulit yang membutuhkan pemikiran mendalam sebelum dijawab
  • Pertanyaan mudah namun ngeselin (insulting question)

Garrett Reisman, seorang insinyur dan mantan astronot yang meninggalkan NASA untuk bergabung dengan Space-X, menjelaskan bagaimana Musk menggunakan teknik ini dalam sebuah wawancara.
"Jika Anda mengajukan pertanyaan serius kepada Elon," kata Reisman, "dia akan mempertimbangkannya. Dan dia akan melakukan sebuah tindakan, hampir seperti trans - dia akan menatap ke langit dan Anda dapat melihat waktu berputar. Dan dia memfokuskan semua kecerdasannya, yang cukup besar, pada satu pertanyaan tersebut"

Tidak jarang Musk membutuhkan waktu antara lima hingga 15 detik untuk berpikir sebelum memberikan jawaban pada sebuah pertanyaan yang menantang.

Salah satu pendiri Apple, SteveJobs diketahui melakukan hal yang sama. Tahun 1997, saat Jobs baru saja kembali ke Apple setelah dikeluarkan dari perusahaan tersebut lebih dari satu dekade sebelumnya. Dia sedang melakukan tanya jawab di Worldwide Developers Conference,  ketika seorang audiens menembaknya dengan sebuah pertanyaan yang sangat telak,  "Anda tidak tahu apa yang Anda bicarakan" dan dengan sinis menanyakan apa yang telah dikerjakan oleh pendiri terkenal itu untuk tujuh tahun terakhir.

Jawaban Jobs?

Dia menyesap air dari gelasnya dengan santai, kemudian dia duduk. Dan berpikir selama 10 detik. Setelah membuat lelucon singkat, dia berhenti lagi.
Kali ini selama delapan detik. Selanjutnya, setelah Jobs merefleksikan pertanyaan dan merenungkan kritik yang ditujukan kepadanya, dia baru menjawab pertanyaan tersebut. Dalam kasus ini Jobs telah melakukan keheningan yang canggung selama 20 detik sebagai sebuah demonstrasi ahli tentang bagaimana menanggapi penghinaan 

Rupanya Bos Amazon, Jeff Bezos juga menggunakan awkward silence ini dalam memimpin perusahaannya, meskipun dengan cara yang lebih metodis. Dia akan meluangkan waktu di awal rapat,  hingga 30 menit hanya untuk membaca catatan di tangannya dalam diam. Idenya adalah bahwa peserta rapat memiliki waktu untuk membaca memo, berpikir, dan bahkan mencoret-coret catatan pemikiran dan gagasan awal - semuanya tanpa gangguan.

"Bagi karyawan baru, ini pengalaman awal yang aneh," kata Bezos dalam sebuah wawancara dengan majalah Fortune. "Tapi sebenarnya mereka hanya tidak terbiasa duduk diam di sebuah ruangan dan melakukan pembelajaran bersama sekelompok eksekutif yang baru dikenalnya."

Tapi "awal diam" ini memastikan perhatian yang tidak terbagi dari para peserta, yang mungkin tidak mendedikasikan waktu yang dibutuhkan untuk memikirkan memo semacam itu jika sengaja ditugaskan sebagai persiapan.

Aturan awkward silence selalu berharga sebagai alat ukur kecerdasan emosional, karena memungkinkan Anda menyeimbangkan pikiran dan emosi, bukan sekadar bereaksi berdasarkan perasaan.

Seperti yang diilustrasikan oleh contoh-contoh ini, awkward silence adalah alat yang hebat untuk berpikir kritis. Teknik ini bisa membantu Anda memberikan jawaban yang lebih dalam, lebih analitis, dan lebih bijaksana. Ini dapat membantu Anda menemukan akar masalah dengan lebih efektif, yang mengarah pada pemahaman yang lebih baik.

Awkward silence menawarkan keuntungan besar lainnya, dan itu sangat berkaitan dengan cara otak kita memproses emosi.
***

Sahabat pembelajar yang berbahagia, jika suatu saat nanti, seseorang mangajukan  pertanyaan yang menantang kepada Anda, cobalah luangkan waktu Anda untuk melakukan awkward silence sebelum memberikan jawaban. 

Dengan melakukan hal itu, Anda akan:
  • Memiliki waktu untuk berpikir
  • Menempatkan diri Anda di kursi pengemudi pikiran Anda sendiri
  • Menjaga diri Anda tetap tenang
  • Meningkatkan kepercayaan diri Anda
  • Menghasilkan jawaban yang lebih baik dan lebih berkualitas
  • Mengatakan apa yang Anda maksud dengan baik

Semakin banyak Anda berlatih, jeda yang canggung ini tidak akan terasa begitu canggung lagi - dengan demikian Anda akan mampu membuat emosi bekerja untuk Anda, bukan justru melawan Anda.

Mungkin ada di antara Anda yang berpikir, apakah setiap saat kita perlu mengambil jeda sebelum menjawab pertanyaan? Jawabannya jelas, tentu tidak. Awkward silence ini hanya perlu dilakukan ketika Anda sedang menghadapi sebuah pertanyaan menantang. Kalau cuma dijawab tanggal lahir Anda dalam sebuah wawancara, ya jawab saja segera. Menunda jawaban sebuah pertanyaan mudah yang tidak ngeselin hanya akan membuat Anda terlihat bodoh, hehehe. 

Semoga bermanfaat

Tabik
-haridewa-
BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang