NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

MEANING IN SUFFERING

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

MEANING IN SUFFERING

24/12/20
MEANING IN SUFFERING 
 (Belajar Logoterapi) 

 'Orang yang pikirannya melekat pada anak-anak dan ternak peliharaannya, maka kematian akan menyeret dan menghanyutkannya, seperti banjir besar menghanyutkan sebuah desa yang tertidur' 

Saya sedang mengikuti kelas online Logoterapi yang diampu dengan anggun oleh salah satu pakar psikologi Indonesia, yaitu Pak HD Bastaman. Dulu saya mengira logoterapi ini sama dengan object imagery , menilik dari namanya yang mengandung kata logo. Rupanya saya keliru, logoterapi terdiri dari 2 kata, yaitu logos dan terapi. Logos berasal dari Bahasa Yunani yang artinya adalah spirituality (kerohanian). Maka dalam studinya, logoterapi mengakui adanya dimensi kerohanian di samping dimensi-dimensi raga, jiwa dan lingkungan sosial-budaya, serta memanfaatkannya untuk mengembangkan hidup yang bermakna

Logos juga bisa diartikan sebagai ' meaning ' (makna). Setiap insan hidup berharap bahwa mereka memiliki sebuah makna atau arti dalam hidup dan kehidupannya. Maka logoterapi berpandangan bahwa makna hidup ( The Meaning of Life) & hasrat untuk hidup bermakna ( The Will to Meaning ) merupakan salah satu alasan paling mendasar dari keberadaan seorang  manusia ( human being ) 

Dengan kata lain logotherapy bisa disebut sebagai sebuah a therapy through meaning. Namun dalam perkembangannya, dikarenakan kata terapi sering dikaitkan dengan kondisi sakit, sementara fokus logoterapi lebih pada kesehatan mental, maka definisinya menjadi bergeser menjadi health through meaning. 

Membahas mengenai makna dan pemaknaan hidup, di bawah ini saya sarikan sebuah kisah lama dari daratan India mengenai seorang perempuan bernama Gotami. 

Gotami adalah seorang gadis dengan kebaikan yang luar biasa yang terlahir dari sebuah keluarga miskin di kota Savatthi. Kebaikan Gotami tersohor sampai ke luar desanya, dan terdengar sampai ke telinga salah  seorang pedagang kaya yang menganggap bahwa kebaikan tidak dapat dilihat dari penampilan luar saja. Pedagang kaya itu kemudian menikahi  Gotami.
Gotami tidak menduga ternyata keluarga suaminya memandang rendah dirinya karena kasta, kemiskinan, dan penampilan dirinya. Hal-hal tersebut membuat Gotami sangat menderita, terutama karena suaminya tercinta harus menghadapi konflik antara orang-orang yang ia sayangi, yaitu orangtua dan isterinya.

Waktu terus berlalu, lahirlah seorang bayi laki-laki dari pernikahannya itu. Gotami mulai diterima dan dihormati oleh seluruh keluarga suaminya. Dia sangat bahagia, tapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Anaknya meninggal dunia ketika ia baru saja belajar berjalan. Kematian anaknya itu membuat Gotami sangat sedih dan amat takut.

“Akankah keluarga suamiku memandang rendah dan menyalahkan diriku atas semua yang telah terjadi? Oh tidak, aku harus berbuat sesuatu”, pikirannya amat kalut.

Kejadian tersebut membuat Gotami menjadi gila, apalagi dia tidak pernah melihat kematian sebelumnya. Gotami tidak bisa menerima kenyataan bahwa anaknya telah meninggal, dia menganggap anaknya hanya sakit dan harus mendapatkan obat untuk menyembuhkannya.

Dengan menggendong anaknya, Gotami meminta obat dari tabib-tabib terbaik di wilayahnya. Tentu saja tak satu tabib pun yang sanggup menghidupkan orang yang telah mati. Ketika keputusasaan mulai melanda dirinya, ada seorang baik hati dan bijaksana yang iba melihatnya, kemudian dia menasihatinya untuk menemui Sang Buddha.

“Saudari, pergilah kepada Sang Buddha, Beliau memiliki obat yang engkau butuhkan”, kata orang baik hati dan bijaksana itu.

Dengan bergegas Gotami menemui Sang Buddha. Kemudian Gotami memohon kepada Sang Buddha, “Yang Mulia tolonglah, berikanlah obat yang dapat menyembuhkan anakku yang sakit ini.”

Lalu Sang Buddha menjawab,
“Gotami, saya bisa menolongmu. Syaratnya satu, mintalah segenggam biji lada dari rumah keluarga yang belum pernah mengalami kematian.”

Tanpa menunda lagi Gotami membawa anaknya yang telah meninggal dunia itu,  pergi dari rumah ke rumah untuk meminta segenggam biji lada. Namun setiap rumah yang dia tanya selalu menjawab bahwa mereka pernah ditinggal mati oleh orang yang mereka cintai. 

Setiap orang ingin menolongnya, tetapi ia tidak pernah menemukan sebuah rumah pun dimana kematian dari anggota keluarga belum pernah terjadi. Hari sudah menjelang malam dan akhirnya Gotami menyadari bahwa bukan hanya ia seorang yang terpukul karena kematian orang yang disayangi.

Ternyata terdapat banyak orang yang telah meninggal dunia, dan ini merupakan segi-segi kehidupan manusia. Gotami menjadi sadar dan mengerti bahwa pada setiap kelahiran pasti ada kematian.Tak lama setelah menyadari hal ini, sikap terhadap anaknya yang telah meninggal dunia berubah. Ia tidak lagi mengalami kemelekatan kepada anaknya. Gotami memakamkan anaknya di hutan dan kembali kepada Sang Buddha. Singkat cerita Gotami akhirnya menjadi salah satu murid kepercayaan Sang Budha
*

Sahabat pembelajar yang berbahagia, dalam logoterapi terdapat 4 pemaknaan hidup ( the meaning of life). Peristiwa yang dialami oleh Gotami, bisa jadi juga pernah atau bahkan sedang kita alami. Kita terlalu melekat pada benda, harta, atau jabatan, maka kita menjadi gila dan membabi buta ketika merasa bakal atau telah kehilangan hal tersebut. 

Kita perlu mengambil sikap tepat atas pengalaman tragis yang tak terhindarkan tadi. Kita buang kemelekatan kita dan memaknai ulang peristiwanya dengan positif. Reframing , kata para praktisi NLP. Mengambil hikmah, jika kata para ulama. Sikap seperti ini dikenal dengan nama Attitudinal Value atau Meaning in Suffering. 

Rupanya hal ini pulalah yang mengilhami pencipta logoterapi, yaitu Viktor E. Frankl, seorang psikolog yang berhasil menghikmati luka akibat disekap dalam kamp konsentrasi Nazi sebanyak 3 kali. Dia berhasil menemukan makna dalam penderitaannya, dan bahkan berhasil juga menemukan ketiga makna lainnya yaitu:

2. Creative Values 
Berkarya, bekerja, mencipta sesuatu dan melakukannya dengan baik dan menikmatinya,  karena mencintai kegiatan itu. Intinya adalah mengkonversi potensi yang telah diberikan Tuhan dalam bentuk manfaat untuk orang lain. Saya sudah menuliskan value kedua ini dalam artikel terdahulu:
http://www.thecafetherapy.com/2020/07/potensi-dan-manfaat-mana-yang-akan.html?m=1

3. Experiential Values 
Meyakini dan menghayati: Kebenaran, Keyakinan, Keindahan, Cinta kasih, Keimanan.
 
4. Hopeful Value 
Keyakinan adanya kondisi lebih baik pada waktu mendatang

Sahabat pembelajar yang berbahagia, saya akan menceritakan kisah-kisah lain guna memudahkan menjelaskan value ke 3 dan ke 4 dalam artikel selanjutnya. Marilah kita temukan makna-makna hidup kita, sehingga kita bisa berkata dengan bangga seperti apa yang dikatakan oleh Viktor Frankl di akhir hidupnya, "Aku tidak takut mati, karena kehidupanku tidaklah sia-sia!" 

Tabik
-haridewa-
Happiness Life Coach
BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang