Mungkin ada beberapa di antara Anda yang baru kali ini mendengar istilah CLV ini. Memang apa sih CLV dan apa pula kehebatannya?
Sebelum kita membahas CLV ini, ijinkan saya bercerita mengenai pengalaman saya menginap di hotel PCP Trawas pekan lalu dalam rangka pelatihan Beyond The Limit ke sebuah perusahaan furniture Gresik. Bukan suasana pelatihan yang ingin saya ceritakan melainkan suasana keakraban antara tamu dan pengelola hotel tersebut. Meski ini adalah kali pertama saya datang ke hotel tersebut namun saya bisa merasakan keakraban yang langsung dibangun oleh Pak Yono sebagai Manager dan jajaran di bawahnya. Sekali saya mengenalkan nama saya maka beliau, bell boy dan crew hotel lain termasuk chef (semua berseragam batik dan penuh keramahtamahan khas jawa) mampu menyapa saya lengkap dengan menyebutkan nama saya. Ada rasa bangga menyelinap relung hati ketika dikenali seperti itu. Serasa kayak artis gitu 😊.
Ah mungkin ini dilakukan oleh punggawa hotel itu karena posisi saya sebagai trainer saat itu memang seperti bintang yang sedang melakukan sebuah konser.
Namun tunggu dulu, ternyata perlakuan serupa ternyata juga dialami oleh beberapa tamu yang kebetulan sedang makan di restaurant hotel. Bahkan ada seorang tamu yang membawa anak sampai berbincang penuh kerinduan dengan ibu juru masak. Semua penuh ketulusan dan tanpa basa basi. Ternyata mereka memang tamu langganan di hotel tadi.
Pada waktu jam makan, meski dengan tatanan prasmanan, namun beberapa crew hotel selalu menawarkan bantuan apakah perlu tambahan air putih atau mau memesan teh. Bahkan ibu juru masak yang baik hati itu selalu sigap membawakan buah ke meja kami. Ketika saya puji masakannya yang memang cocok di lidah jawa saya, Ibu juru masak tadi justru balik memuji saya, "Ah masakan saya biasa saja. Pak Hari merasa nikmat karena kepandaian Pak Hari bersyukur saja" Hmm sebuah pelayanan yang beyond the limit dari sebuah hotel yang sederhana di lereng gunung Penanggungan.
***
Saya jadi teringat warung tegal di belakang gedung Talavera di daerah Jakarta Selatan. Meski sederhana namun warung yang menawarkan berbagai hidangan murah meriah tadi selalu dipadati pengunjung pada waktu makan siang. Ibu warung itu juga sangat ramah dan penuh perhatian. Selain selalu tersenyum ketika melayani pelanggan, dengan suka rela dia akan membuatkan sambel dadak ketika sambel goreng persediaan warung sudah habis, meski sambel dadak sebenarnya tak tercantum pada daftar menu. Seringkali mendekati jam makan siang saya menerima sms dari Ibu warung itu, 'Mas Hari, ada pete bagus-bagus di warung'
Ya, ibu warung tadi hafal benar menu kesukaan saya. Dia bahkan menyimpan nope saya agar bisa memberi tahu keberadaan menu kesukaan saya tadi. Warungnya sederhana. Ibu penjualnya sederhana. Menunya juga sederhana, namun pelayanannya melebihi harapan saya sebagai pelanggan.
***
Ketika menjadi training manager di sebuah perusahaan farmasi beberapa tahun yang lalu, saya sempat menerapkan teknik value per call. Teknik ini sangat sederhana, karena hanya menentukan nilai rupiah setiap kunjungan ke dokter yang dilakukan oleh para medical representative (MR). Dengan membayangkan bahwa setiap kunjungan mereka akan menghasilkan sejumlah rupiah tertentu maka para MR akan komit untuk menuntaskan kewajiban kunjungan harian mereka.
Beberapa waktu yang lalu saya membaca buku yang membahas mengenai paradigma baru dalam pelayanan pelanggan yang dulu cukup pelayanan bermutu menuju pelayanan prima (service excellence/SE). Ternyata salah satu komponen penting dalam SE adalah penentuan harga satu pelanggan. Cara menghitungnyapun sangat sederhana. Kita tinggal mendata kebiasaan pelanggan itu bertransaksi dengan perusahaan kita. Seberapa sering mereka bertransaksi dan seberapa besar. Dalam kurun waktu potensial berapa tahun pelanggan tadi bakal melakukan transaksi.
Contoh:
Seorang pelanggan warung Anda yang setiap kali makan rata-rata menghabiskan Rp 100.000.
Dalam sebulan dia bisa jajan minimal 4 kali. Umurnya sekarang 35 tahun, dengan harapan tetap jajan di tempat Anda sampai usia 70 tahun, maka berikut perhitungan harga pelanggan tadi:
Rp 100.000 x 4 x 12 = Rp 4.800.000/th
Harapan jajan : 70 th - 35 th = 35 th
Rp 4.800.000 x 35 = Rp 168.000.000, -
Wow, ternyata seorang pelanggan dengan kebiasaan sederhana itu memiliki value atau nilai yang fantastis bagi kelangsungan usaha kita. Belum lagi kalau mereka mengajak kawan atau keluarga. Bisa dua atau tiga kali lipat angkanya.
Itulah yang dimaksud dengan Customer Lifetime Value atau harga seorang pelanggan. Dengan menyadari harga seorang pelanggan maka seluruh awak perusahaan akan serius dalam memperlakukan pelanggan tadi. Mereka akan bahu membahu memberikan pengalaman tak terlupakan kepada semua pelanggan tanpa pandang bulu sehingga kemudian tercapailah apa yang disebut dengan Delighted Customer.
***
Ternyata meski jauh dari hiruk pikuk retorika service excellence, hotel PCP dan warteg belakang Talavera tadi telah paham secara alami pentingnya seorang pelanggan bagi kelangsungan usaha mereka. Mungkin secara bawah sadar mereka telah menghitung berapa harga saya, maka mereka memperlakukan saya bak orang penting. Dan mereka berhasil karena meski sudah tidak berkantor di Talavera lagi, sesekali saya masih mampir ke warung itu. Dan tentunya kalau ada training di Trawas lagi saya akan memilih PCP lagi sebagai venuenya.
Anda boleh japri saya bila tertarik untuk memahami CLV lebih dalam lagi.
Tabik
- haridewa -
Professional Hypnotherapist
Trainer Service Excellence
WA 08179039372