NaZaMWZcMGZ8LGZ7MGxaNGtaLDcsynIkynwbzD1c

EMPATI ITU SEDERHANA

BLANTERLANDINGv101
3034015059065731839

EMPATI ITU SEDERHANA

27/07/20

Perjalanan darat menuju Bandar Lampung selalu mengingatkan saya pada kali pertama menaiki kapal Fery yang sukses membuat saya mengeluarkan isi perut karena muntah. Saat itu saya berangkat bersama rombongan mahasiswa UGM dalam rangka Muhibah Budaya, melawat ke Universitas Lampung, IAIN Raden Inten dan Universitas Bandar Lampung. Menjelang subuh, ketika mendekati pelabuhan Bakauheni akhirnya pertahanan saya jebol, setelah menahan mual selama lebih kurang 3 jam dari Pelabuhan Merak. Reaksi kawan seperjalan beragam, ada yang menertawakan, ada pula yang mencarikan teh hangat sembari menggosok leher saya dengan balsem. Dan ada satu kawan lagi yang bernasib sama dengan saya, meski kondisinya tidak separah saya. Dia muntahnya belakangan dibanding dengan saya. Dia berdiri di pagar pembatas kapal, di samping saya yang sedang diurut lehernya sambil sesekali masih memuntahkan isi perut saya. Dan dia juga ikut muntah, meski hanya sedikit. 

Tentu saya kesal dengan mereka yang menertawakan kondisi saya ini, bahkan ada yang berkelakar mengatai saya orang udik. Saya berterimakasih kepada kawan yang mencarikan teh hangat dan menggosok balsem, karena membuat kondisi saya membaik. 

Di antara kawan seperjalanan itu, ada satu orang yang sampai sekarang menjadi sohib karib saya. Kami tetap berhubungan bahkan ketika waktu dan lokasi telah memisahkan kami. Seingat saya, memang sayalah yang selalu berusaha untuk terhubung dengan kawan satu ini. Dan seingat saya pula, apapun bantuan yang dibutuhkan oleh kawan satu ini selalu berusaha saya penuhi. Saya menaruh respek dan sangat percaya kepadanya. 

Jika Anda berpikir kawan tadi adalah dia yang mencarikan teh hangat dan menggosok  leher saya, Anda keliru. Dia adalah kawan yang ikut muntah bersama saya. Sekali lagi saya merasa sangat terbantu oleh tindakan kawan yang mencarikan teh hangat serta mengurut leher saya tadi. Namun entah kenapa perasaan saya saat itu tidak ikut membaik selaras dengan berkurangnya frekuensi muntah saya. Perasaan saya menjadi lebih baikan justru ketika kawan yang ikut muntah itu mendekat. Saya merasa tidak sendirian. Apalagi menghadapi kelakar dan tertawaan beberapa oknum kawan saya. Saya merasa kuat karena ternyata saya bukan satu-satunya orang udik dalam perjalanan itu. Rupanya muntah di kapal juga terjadi pada orang lain, bukan hanya saya. Saya merasa dikuatkan ketika ada juga orang lain yang sedang merasakan penderitaan saya saat itu. 

Waktu itu saya tidak memahami fenomena yang terjadi. Dan juga saya tidak tahu kenapa saya justru merasa lebih dekat dengan kawan yang ikut muntah bersama saya dibandingkan dengan kawan yang mencarikan teh hangat. Padahal jika ditilik dari usaha, kawan yang mencarikan teh hangat ini jelas lebih banyak pengorbanannya. Dia mesti keluar uang dan tenaga untuk membeli teh hangat tersebut. Sementara kawan yang ikut muntah hanya berdiri di samping saya, dan ikut muntah. Itu saja!

Sampai beberapa waktu yang lalu saya baru ngeh ketika mengikuti pelatihan Leadership dan dikenalkan dengan istilah empati melalui satu quote yang disampaikan oleh Daniel H Pink, sbb: Empati adalah ketika kita turut merasakan perasaan orang lain, belajar memandang sesuatu dari sudut pandang orang lain.Empati ibarat berdiri di atas sepatu orang lain. Sebelum kita bisa memakai sepatu orang lain maka kita mesti melepas sepatu kita dulu. Empati membuat dunia menjadi lebih baik. Dan empati dapat membangun kedekatan dengan cepat. 

Seiring dengan perkembangan pemahaman saya mengenai empati, saya semakin takjub dengan manfaat yang mungkin didapatkan ketika kita bersedia mempraktekkan jurus empati ini dalam keseharian kita. Bagi para suami, ketika Anda mampu merasakan kepenatan dan kelelahan istri Anda dalam mengurus rumah beserta anak Anda, maka Anda  akan ringan tangan untuk membantunya menyelesaikan urusan rumah tangga. Maka istri Anda akan bertambah sayang kepada Anda. Begitu juga para istri, ketika mampu merasakan tekanan serta beban kerja suaminya, tentu Anda akan menyambut suami Anda pulang kantor dengan senyum lebar dan peluk cium mesra. Maka suami tak akan keberatan membelikan apapun keinginan Anda. 

Dalam dunia penjualan, ketika para sales mampu merasakan kegelisahan dan kebutuhan calon pembeli, maka dengan mudah dia akan menjual lusinan produknya tanpa penolakan. Dalam dunia kepemimpinan, ketika para leader mampu merasakan kegelisahan serta kecemasan bawahannya, tentu dia akan dituruti oleh bawahannya. 

Mengingat pentingnya sikap empati ini, maka latihlah terus kepekaan Anda sehingga ketika suatu saat nanti dibutuhkan, Anda bisa langsung mempraktekkannya. Caranyapun sangat sederhana, ketika suatu saat kolega Anda, bawahan Anda, atau klien Anda sedang bergembira, maka tertawalah bersama mereka.  Ketika mereka sedang bersedih, maka menangislah bersama mereka. Dan ketika suatu saat nanti Anda melihat mereka mabuk naik kapal, muntahlah bersama mereka. 

Semoga bermanfaat 

Tabik
-haridewa-
#sudahtidakmabuklautlagi
BLANTERLANDINGv101
Formulir Kontak Whatsapp×
Data Anda
Data Lainnya
Kirim Sekarang