Saya menyebutnya demikian karena teknik ini memang sangat kental dengan penggunaan gadget yang berbau digital. Sebenarnya saya tidak dengan sengaja menciptakan teknik ini. Sekitar satu setengah tahun yang lalu saya mengikuti training yang sangat luar biasa yaitu Grounded Trainer yang dipimpin oleh Coach Dr. Fahmi. Dalam training yang dilakukan selama 3 hari itu semua peserta dituntut untuk melepaskan zona nyamannya dan digiring menuju growth zone.
Rerata 20 jam dalam satu hari kami digembleng untuk menemukan Winning Intervention terhadap diri sendiri dan orang lain. Dengan prinsip Trainer is a Leader, salah satu final project yang wajib diserahkan adalah narasi pribadi berbentuk rekaman video. Awalnya kami diminta untuk menuliskan pada 5 halaman A4 narasi pribadi (skenario hidup dan impian terbesar yang ingin dicapai), untuk kemudian direkam dalam bentuk video.
Sudah sering saya mengikuti pelatihan yang meminta kita untuk menuliskan visi dan misi hidup, namun ini merupakan penjabaran narasi hidup paling komprehensif yang saya alami. Saya tidak tahu perubahan apa yang terjadi pada kawan lain peserta training G-Trainer itu, namun saya merasakan manfaat yang sangat luar biasa setelah membuat narasi hidup tersebut. Saya tonton lagi video saya tadi berulang-ulang untuk kemudian merapikan beberapa narasi yang kurang memuaskan hati saya.
Saya merasa puas ketika mengubah salah satu narasi, untuk kemudian merekam ulang, dan yang lebih penting lagi adalah mengubah juga perilaku saya sesuai dengan video tersebut. Seolah menjadi sutradara untuk kehidupan saya sendiri, saya bisa mengubah skenario video tersebut sesuka hati saya.
Beberapa waktu kemudian, saya mendapatkan pesan whatsapp dari seorang klien yang sedang menempuh pendidikan jenjang doktoral di Amerika. Klien ini adalah kolega dari kawan kuliah saya yang sekarang menjadi dosen di Surabaya. Situasi yang sedang dihadapinya sebenarnya tidak terlalu rumit, namun sangat pelik. Sudah 6 bulan dia berangkat ke Amerika mengemban tugas belajar dari kampusnya. Namun sampai detik itu belum satu hurufpun berhasil ditulisnya dalam rangka menyusun sebuah tesis. Waktu yang diberikan hanya 2 tahun, artinya hanya tersisa 18 bulan lagi agar dirinya tidak terancam deportasi alias DO!
Perbedaan waktu 12 jam antara Indonesia dan Amerika lumayan menyulitkan komunikasi per telepon, agar saya bisa mendengar lebih lengkap situasi yang sedang dia alami. Dan yang paling penting adalah pemberian sugesti, jika saya ingin menggunakan cara-cara konvensional. Untunglah saya teringat pengalaman saya membuat narasi hidup. Maka saya minta dia untuk melakukan hal sama. Saya minta dia menuliskan narasi hidupnya sbb:
- Kondisi sekarang (current situation). Apa yang dia rasakan, apa yang dia lihat dalam dirinya dan suara apa yang terdengar di antara dua telinganya. Apa manfaat dia membiarkan kondisi seperti itu berlangsung, dan apa mudharatnya. Termasuk kenapa dia bisa sampai ke Amerika. Semua wajib ditulis dengan detail sebanyak minimal 5 halaman A4.
- Merekam semua narasi tersebut menggunakan HP. Kemudian saya minta dia mengirimkan narasi tulis dan video tadi via whatsapp.
- Minta dia melihat berulang kali video itu, dan setiap saat mengakui dan menerima bahwa itu memang perilakunya (hanya perilaku bukan dirinya) tanpa ada penolakan sedikitpun.
- Setelah itu kami melakukan beberapa diskusi by whatsapp dan by phone. Dalam sesi ini, dia mulai merasa bahwa jika dia tidak segera berubah, maka bukan hanya DO (drop out) yang bakal dia dapatkan, namun juga terancamnya karir serta aib karena pulang tanpa gelar Doktor.
- Karena dia sudah siap untuk mengubah nasibnya sendiri, maka saya minta dia membuat narasi baru, yaitu goal (desired situation) yang mengadopsi teknik pembuatan WFO (Wel Formed Outcome) dalam NLP (Neuro Linguistic Programming). Salah satu unsur dalam narasinya adalah memboyong keluarganya ke Amerika, karena dia perlu dukungan mereka. Saya hanya mengingatkan aspek ekologis saja.
- Saya minta dia mengulangi langkah 2. Dalam sesi ini beberapa kali dia mengubah skenario (narasinya), dan tugas saya hanya mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan aspek ekologis tadi. Dan setelah dia mantab dengan narasinya, saya minta dia untuk membuat videonya.
- Bedanya dengan langkah no 3, adalah bahwa setiap kali melihat videonya, saya minta dia untuk juga mengakui bahwa inilah DIRINYA yang sebenarnya. Selain melihat videonya berulang kali, saya juga minta dia untuk mengirimkan video tersebut kepada keluarganya untuk mendapatkan masukan dan dukungan
***
Saya sudah hampir melupakan sesi ini sampai beberapa hari yang lalu saya mendapatkan pesan whatsapp dari klien ini minta nomor rekening saya. Alhamdulillah rejeki memang datang dari arah yang tak disangka-sangka.
Menurut klien saya ini, terjadi perubahan yang sangat signifikan dalam semangat belajar serta mengerjakan tesisnya setiap kali dia melihat video tersebut. Ketika semangatnya sedang menurun maka dia akan melihat lagi kedua videonya. Video pertama seolah menunjukkan nasib jelek yang bakal dia terima kalau sampai dia tidak lulus. Video kedua memberikan semangat luar biasa, karena dia bisa melihat dengan gamblang masa depannya yang cerah ketika dia pulang dan menyandang gelar Doktor.
Sahabatku yang berbahagia, itulah sesi coaching jarak jauh yang saya sebut dengan Narrative Digital Therapy. Teknik ini masih sangat prematur, namun telah terbukti ampuh untuk diri saya dan klien saya tadi. Inti dari teknik ini sebenarnya adalah bahwa pada dasarnya semua dari kita telah memiliki semua sumberdaya untuk sukses, yang perlu dilakukan hanyalah mengenali, memperkuat dan mengurutkannya. Melalui pembuatan skenario hidup itulah kita mengenali sum-berdaya kita. Kita menjadi berdaya karena berhasil menjadi sutradara, aktor utama serta kritikus untuk film kehidupan kita sendiri.
Saya masih mengharapkan masukan dari sahabat pembelajar semua demi sempurnanya teknik ini, sehingga teknik ini bisa lebih memberdayakan kita semua. Silakan mencoba dan tetap mencatat progressnya ya sahabat.
Salam bahagia
Tabik
-haridewa-
Terapis NLP (Nyentrik Lucu Profesional)
